Powered By google

Selasa, 21 Desember 2010

JIKA MASA HAIDH LEBIH DARI BIASANYA

Oleh:  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita biasanya mengalami masa haidh selama enam hari, kemudian pada suatu bulan ia mengalami masa haidh melebihi masa haidh bisa selama beberapa hari ?

Jawaban.
Jika masa hadih seorang wanita biasanya selama enam hari kemudian pada bulan tertentu masa-masa haidh itu bertambah panjang hingga mencapai sembilan hari atau sepuluh hari, maka hukum haidh tetap berlaku pada dirinya, yaitu meninggalkan shalat hingga haidh itu berhenti, ketetapan ini diberlakukan karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membatasi masa haidh pada batasan tertentu, dan Allah berfirman.

"Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah : Haidh itu adalah suatu kotoran". [Al-Baqarah : 222]

Maka selama seorang wanita masih mengeluarkan darah haidh berarti ia tetap dikenakan hukum haidh hingga berhenti darah haidh itu lalu ia mandi, bersuci dan melaksanakan shalat, dan jika pada bulan berikutnya ia mengalami masa haidh kurang dari itu maka ia harus segera mandi jika telah selesai haidhnya kendatipun masa haidhnya itu tidak selama masa haidh sebelumnya.

Dan, yang penting bagi seorang wanita adalah jika ia mengeluarkan darah haidh maka hukum haidh berlaku baginya dengan meninggalkan shalat, walaupun masa haidhnya itu tidak sama dengan kebiasaan masa haidh yang lalu, ataupun masa haidh itu lebih cepat atau lebih lama dari masa haidh yang biasanya, kemudian jika habis masa haidhnya maka hukum haidh tidak berlaku lagi baginya, ayitu ia kembali mengerjakan shalat.

[Majmu Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/277]

JIKA WAKTU HAIDH BERUBAH DARI AWAL BULAN MENJADI AKHIR BULAN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita biasa mengalami masa haidh di awal bulan, kemudian tiba-tiba ia mengalami haidh di akhir bulan, bagaimanakah pendapat Anda tentang hal ini ?

Jawaban.
Jika seorang wanita mengalami keterlambatan masa haidhnya, misalnya : jika biasanya ia mengalami haidh pada awal bulan lalu pada suatu bulan haidhnya itu datang pada akhir bulan, maka pendapat yang benar adalah, jika ia melihat darah bearti ia sedang haidh, dan bila ia tidak lagi melihat darah keluar berarti ia telah suci, demikian sebagaimana keterangan di atas.

[Majmu Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/278]

[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Terbitan Darul Haq]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Al-Qur'an Wal Hadits Ala Fahmi Salaf

Manhaj salaf adalah satu-satunya manhaj yang diakui kebenarannya oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena manhaj ini mengajarkan pemahaman dan pengamalan islam secara lengkap dan menyeluruh, dengan tetap menitikberatkan kepada masalah tauhid dan pokok-pokok keimanan sesuai dengan perintah Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman:(lihat QS.At Taubah: 100)/(Qs. Al Baqarah: 137)Dalam hadits yang shahih tentang perpecahan umat ini menjadi 73 golongan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semua golongan tersebut akan masuk neraka, kecuali satu golongan, yaitu Al Jama’ah“. Dalam riwayat lain: “Mereka (yang selamat) adalah orang-orang yang mengikuti petunjukku dan petunjuk para sahabatku.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ad Darimy dan imam-imam lainnya, dishahihkan oleh Ibnu Taimiyyah, Asy Syathiby dan Syaikh Al Albany. Lihat “Silsilatul Ahaaditsish Shahihah” no. 204) Maka mengikuti manhaj salaf adalah satu-satunya cara untuk bisa meraih keselamatan di dunia dan akhirat, sebagaimana hanya dengan mengikuti manhaj inilah kita akan bisa meraih semua keutamaan dan kebaikan yang Allah ta’ala janjikan dalam agama-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sebaik-baik umatku adalah generasi yang aku diutus di masa mereka (para sahabat radhiyallahu ‘anhum), kemudian generasi yang datang setelah mereka, kemudian generasi yang datang setelah mereka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)