Powered By google

Jumat, 31 Desember 2010

Dalil dan Hadits yang Memerintahkan untuk menutupi Aurat Wanita

Allah SWT berfirman :
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya”. (QS. An-Nur : 30-31)

Ayat ini menegaskan empat hal :
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab.
 
sumber: http://abinyaazka.blogspot.com/2010/09/dalil-dan-hadist-aurat-wanita-dan-hukum.html

Allah SWT berfirman :
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha  Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).

Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.


Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah.saw dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : "Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan." (HR. Abu Daud dan Baihaqi).

Hadits ini menunjukkan dua hal:
  1. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
  2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari dalil dan hadits di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa.

Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.

Batasan Aurat Wanita Muslimah

Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullâh
Apa batasan aurat seorang wanita di hadapan sesama wanita muslimah, wanita fajirah dan kâfirah?

Jawab:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullâh memfatwakan: “Aurat wanita di hadapan sesama wanita tidaklah berbeda karena perbedaan agama. Sehingga aurat wanita dengan wanita muslimah sama dengan aurat wanita kafirah, dan aurat dengan wanita yang ‘afîfah (menjaga kehormatan diri) sama dengan aurat wanita fajirah. Kecuali bila di sana ada sebab lain yang mengharuskan untuk lebih menjaga diri. Akan tetapi wajib kita ketahui bahwa aurat itu bukan diukur dari pakaian, karena yang namanya pakaian itu harus menutupi tubuh. Walaupun aurat wanita dengan sesama wanita adalah antara pusar dan lutut, akan tetapi pakaian itu satu perkara sedangkan aurat perkara lain. Seandainya ada seorang wanita mengenakan pakain yang menutup tubuhnya dengan baik/rapi kemudian tampak dadanya atau kedua buah dadanya karena satu dan lain hal di hadapan wanita lain1, sementara dia telah mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya dengan baik, maka hal ini tidak apa-apa. Adapun bila ia mengenakan pakaian pendek yang hanya menutupi pusar sampai ke lututnya dengan alasan aurat wanita dengan sesama wanita adalah dari pusar ke lutut maka hal ini tidak boleh, dan aku tidak yakin ada orang yang berpandangan demikian.”
(Majmu’ah As’ilah Tuhimmul Usratil Muslimah, hal. 83-84)

Footnote:
1 Karena menyusui bayinya misalnya (pen).
(Sumber: Majalah Asy Syariah, Vol. II/No. 17/1426H/2005, kategori: Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 72. Dicopy dari http://akhwat.web.id)
Artikel terkait:

Jumat, 24 Desember 2010

Dosa Zina Dan Pintu Taubat

Zina merupakan salah satu diantara dosa2 besar yang ada selain syirik, pembunuh, dll

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, (QS. Al-Furqaan: 68-69)

Zina adalah dosa yang sangat besar, sangat keji, dan seburuk-buruknya kelakuan seseorang,

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa': 32)

Bahkan lebih jauh lagi, hukuman bagi para pezina itu sangat berat.., bahkan dalam kondisi tertentu, sampai darahnya menjadi halal untuk ditumpahkan,


sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh

Zina ba’da ihshonin, yaitu jika seorang muslim yang sudah pernah menikah secara syari kemudian berzina maka dengan sebab itu halal darahnya, dengan cara dirajam.
Bagi yang belum menikah, akan di dera 100 kali dan diasingkan dari masyarakat, karena merupakan penyakit masyarakat yang harus dibuang,

sumber: http://www.almanhaj.or.id/content/2251/slash/0

Demikian juga apabila dilakukan oleh orang yang telah nikah atau pernah merasakan nikah yang shahih baik sekarang ini sebagai suami atau istri atau duda atau janda, sama saja, dosanya sangat besar dan hukumannya sangat berat yang setimpal dengan perbuatan mereka, yaitu didera sebanyak seratus kali kemudian di rajam sampai mati atau cukup di rajam saja. Adapun bagi laki-laki yang masih bujang atau dan anak gadis hukumnya didera seratus kali kemudian diasingkan (dibuang) selama satu tahun.
Di Islam sendiri bahkan bukan hanya zina yang dilarang, tapi bahkan hal2 yang mendekat perzinahan yang dilarang,

Dan janganlah kamu mendekati zina (QS. Al-Israa': 32)

Hal2 seperti ciuman, pelukan, dst, itu dilarang, makanya beberapa ulama Islam secara jelas dan tegas melarang pacaran

Demikian juga jelas dilarang mengenai berkhalwat, atau berdua-duaan dengan orang yang non mahram, karena bisa menjadi jalan bagi perzinahan (hal2 yg memudahkan terjadinya zina)

sumber: http://akhwatfillah.wordpress.com/2009/06/07/khalwat/

Khalwat (khalwah) dalam bahasa Arab berarti berdua di suatu tempat dimana tidak ada orang lain. Maksud dari tidak adanya orang lain dalam hal ini mencakup: (1) tidak ada orang lain sama sekali; atau (2) ada orang lain dan keberadaan keduanya kelihatan tetapi pembicaraan antara keduanya tidak dapat didengar oleh orang itu. Inilah makna khalwat secara bahasa. Menurut al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (Ensiklopedi Fiqh Kuwait), makna bahasa sebagaimana dipaparkan di atas semakna dengan terminologi khalwat menurut ahli-ahli fiqh Islam. Dengan kata lain tidak ada perbedaan untuk kata khalwat antara makna bahasa dan makna istilah syar’i.

Syekh Abdullah al-Bassam menyebut dua bentuk khalwat. Pertama, mughallazhah (berat), ialah berduanya seorang pria dan wanita di suatu tempat yang mana keduanya tidak dilihat oleh orang lain. Kedua, mukhaffafah (ringan), yaitu berduanya seorang pria dan wanita di tengah-tengah manusia sehingga keduanya kelihatan namun percakapan antara keduanya tidak dapat didengar oleh orang lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang khalwat. Sabda beliau: “Janganlah sekali-kali seorang pria berduaan dengan seorang wanita, karena yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).
Namun selama hayat masih di kandung badan, pintu taubat masih terbuka lebar

Dan dari Anas bin Malik radhiallohu ‘anhu beliau berkata: Rosululloh SAW bersabda: “Alloh SWT berfirman: ‘Wahai anak adam, sesungguhnya jika engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu dan Aku tidak akan memperdulikannya lagi. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu memenuhi seluruh langit, kemudian engkau memohon ampun padaku, niscaya Aku akan mengampunimu. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menjumpaiku dalam keadaan tidak berbuat syirik dengan apapun niscaya aku akan datang kepadamu dengan pengampunan sepenuh bumi pula. (HR Tirmidzi, beliau berkata: “hadits ini hasan”)

Ibnu Qayyim di buku madarijus shalihin mengatakan bahwa, ada empat hal yang harus dilakukan bagi seorang jika ingin bertaubat:
1. Meninggalkan perbuatan dosa tersebut
2. Menyesalinya
3. Tidak mengulangi dosanya lagi
4. Dan berbuat kebaikan untuk menghapus keburukan-keburukan dimasa lampau.

Bertaubat itu bagus, sangat bagus sekali. Berubah menjadi baik pun merupakan hal yang luar biasa, sangat baik pula. Tapi tentunya syaitan tidak akan membiarkan anak manusia berlaku lurus begitu saja, pasti kita akan terus dicoba, karenanya dibutuhkan keistiqomahan atau konsistensi dalam melakukan kebaikan.

Apalagi kalian berada di komunitas yang jarang kaum musliminnya, sehingga kondisinya mungkin tidak kondusif bagi kalian, tapi tentunya itu memberikan tantangan tersendiri, dan kalau kalian lulus di sini, tentu akan luar biasa! Bukankah "menjadi baik di lingkungan yang tidak baik" menjadi hal yang lebih utama ketimbang "menjadi baik di lingkungan yang baik"..?

Dan bukankah Allah maha memaafkan serta senang kepada hamba-hambaNya yang kembali kepadaNya..?

HADITS TENTANG DITERIMA TAUBAT

Dan dari Anas bin Malik radhiallohu ‘anhu beliau berkata: Rosululloh SAW bersabda: “Alloh SWT berfirman: ‘Wahai anak adam, sesungguhnya jika engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu dan Aku tidak akan memperdulikannya lagi. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu memenuhi seluruh langit, kemudian engkau memohon ampun padaku, niscaya Aku akan mengampunimu. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menjumpaiku dalam keadaan tidak berbuat syirik dengan apapun niscaya aku akan datang kepadamu dengan pengampunan sepenuh bumi pula. (HR Tirmidzi, beliau berkata: “hadits ini hasan”)

TAFSIR "ULIL-AMRI" DALAM SURAT AN-NISAA:49

Apa Kata Al Quran?



Allah Ta’ala berfirman:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ



“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan ulil Amri di antara kalian..” (QS. An Nisa (4): 59)

Siapakah Ulil Amri yang dimaksud oleh ayat ini? Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:

وقال علي بن أبي طلحة، عن ابن عباس: { وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ } يعني: أهل الفقه والدين. وكذا قال مجاهد، وعطاء، والحسن البصري، وأبو العالية: { وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ } يعني: العلماء.

“Berkata Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas: “Dan Ulil Amri di antara kalian” artinya ahli fiqih dan agama. Begitu pula menurut Mujahid, Atha’, Hasan Al Bashri, dan Abu al ‘Aliyah: “Dan Ulil Amri di antara kalian” artinya ulama.”[2]



Sedangkan Imam Ibnu Katsir sendiri mengartikan ulil amri adalah umara (para pemimpin) dan ulama. Berdasarkan hadits Bukhari dan Muslim berikut:



من أطاعني فقد أطاع الله، ومن عصاني فقد عصا الله، ومن أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصا أميري فقد عصانى



“Barangsiapa yang taat kepadaku, maka dia telah taat kepada Allah, barangsiapa yang membangkang kepadaku maka dia telah membangkang kepada Allah, barangsiapa yang mentaati amir (pemimpin)ku, maka dia taat kepadaku, dan barangsiapa yang membangkang kepada pemimpinku maka dia telah membangkang kepadaku.”



Demikianlah makna ulil amri. Para ulama salaf mengartikan ulama, ahli agama, dan ahi fiqih. Merekalah yang dahulu memainkan peran dalam sistem perpolitikan Islam pada masa’masa awal.



Apa kata hadits?



Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:





كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاء



“Adalah Bani Israel bahwa mereka disiyasahkan (diatur, dipimpin, diperintah) oleh para nabi.” [3]



Jadi politik (siyasah) adalah warisan kenabian, karena dahulu para nabi telah mensiyasahkan Bani Israil. Bukan orang awam yang mengatur dan memerintahkan mereka, tetapi para nabi ‘Alaihim As Shalatu was Salam. Maka, para ulama sebagai warasatul anbiya, sebenarnya lebih layak berpolitik. Tetapi, kondisi saat ini adalah kondisi penuh fitnah, sekulerisme yang lebih kuat, kondisi di mana umat Islam tidak lagi percaya dengan ulama, suka meledek ulama (termasuk para ABG di multipy). Mereka baru bertanya kepada ulama ketika ada urusan wanita haid, nifas, dan penentuan awal ramadhan dan akhirnya. Tetapi urusan kenegaraan, urusan politik, urusan hukum, urusan hudud, urusan hubungan antara negara, dan urusan besar lainnya. Ulama ? No Way!!


Dalam Islam, ahli agama bukanlah rohaniawan yang hanya mengurus rohani, itulah ruhbaniyah, itulah nasrani. Dalam Islam, sebagai agama yang syumul (lengkap), ahli agama adalah mengatur banyak hal aspek kehidupan umatnya, oleh karena itu dia disebut 'ulama.' Bukan rohaniawan.





Demikian pandangan siyasah syar’iyah dalam Islam. Wallahu A’lam



[1] HR. Ibnu Majah, Kitab Al Fitan Bab Syiddatiz Zaman, Juz. 12, Hal. 44, No hadits. 4026, dan lafal hadits ini adalah berdasarkan riwayat Ibnu Majah. Ahmad, Juz. 16, Hal. 112, No hadits. 7571. Ath Thabarani, Mu’jam Al Kabir, Juz. 12, Hal. 437, No hadits. 14550. Musnad Abu Ya’la, Juz. 8 Hal. 241, No hadits. 3615. Al Hakim, Mustadrak ‘Alas Shahihain, Juz. 19, Hal. 331, No hadits. 8571. Katanya: Shahih sanadnya, tetapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani hadits ini hasan. LihatAs Silsilah Ash Shahihah, Juz. 4, Hal. 386, No hadits. 1887.

[2] Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz. 2, Hal. 345.

[3] HR. Bukhari, Kitab Ahadits Al Anbiya Bab Ma Dzikira ‘An Bani Israil, Juz. 11, Hal. 271, No hadits. 3196.

Rabu, 22 Desember 2010

Jauhilah Sikap Bodoh dan pelakunya

ada seorang ukhty yang mengadukan tentang kelakuan seorang lelaki yang mengajaknya kedalam kemudharatan yaitu agar memajang photonya di facebook, sedangkan sudah jelas hukum photo itu haram

dari Aisyah Radhiyallahu 'anha. Sesungguhnya Aisyah telah membeli bantal kecil untuk hiasan yang didalamnya terdapat gambar. Ketika Rasulullah melihat bantal tersebut, beliau berdiri di depan pintu dan enggan untuk masuk seraya bersabda:
"Artinya : Sesungguhnya pemilik gambar ini akan diadzab dan akan dikatakan kepada mereka. "Hidupkanlah apa yang telah engkau ciptakan".[Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam bab Tauhid 7557, Muslim dalam bab Al-Libas 96-2197]

Namun lelaki tersebut malah memaksakan kehendaknya terhadap ukhty ini, maka kami pun memberikan saran utk ukthy tersebut:

Ssesungguhnya Kebodohan adalah Musuh Dirinya Sendiri,
maka bodoh pun berkata:
hai manusia aku lah kebodohan dan aku adalah musuh atas diriku sendiri dan musuh kalian semuanya lalu mengapa kalian masih betah memelihara diriku?
ukhty...
untuk apa memperpanjang urusan dg orang2 bodoh?
untuk apa mempersulit diri dg berdebat dg orang2 bodoh?

Imam Syafi'i berkata:
"Lebih baik aku berdebat dg seratus orang pintar dari pada dg satu orang bodoh, karena jika aku berdebat dg seratus orang pintar mungkin aku akan menang, namun bila aku berdebat dg orang bodoh jelas aku akan kalah"

yang maksudnya jika orang sudah diberitahu lalu masih membantah, lalu diberitahu lagi lalu masih sengke membantah, maka dia adalah orang bodoh yang dimaksud tsb.

dan orang2 bodoh tersebut bisa dikategorikan dalam Firman Allah:

"Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya."[Kahfi:57]

KETERANGAN:
Berhati2lah jika kita sudah ditegur Allah dg jalan-Nya Allah, maka segeralah bertaubat dan menyerahlah padaNya dg memelas rahmat-Nya. janganlah sekali2 diantara Qt menyia2kan teguran Allah, kendati kita belum tentu ditegur lagi, bisa jadi kita akan seperti golongan yg difirmankan Allah di surat Kahfi ayat 57

Orang bodoh itu orang yang tidak mengerti, tapi akan lebih bodoh lagi bila sudah tidak mengerti namun sok mengerti dg dalil yang tidak ada tuntunannya atau dalil yang dhaif [lemah tdk bisa dijadikan hujjah(alasan)] yang mana bisa menyesatkan diri sendiri dan bahkan orang lain.


saran ana:
Jauhi orang2 tersebut, karena sudah jelas dikatakan bergaulah dg orang2 shaleh sabda Rasulullah:

"Perumpamaan teman yg baik & teman yg tdk baik ialah umpama wangi-wangian & tukang besi.Adapun pembawa wangi-wangian,sama ada dia memberinya sedikit atau pun anda membeli daripadanya sedikit ataupun kamu dapat mencium daripada bau yg wangi. Manakala tukang besi,sama ada dia membakar bajunya ataupun kamu akan mencium dairpadanya bau-bauan yang busuk."(HR. At-Tirmizi)

dan banyak diterangkan dalam firman2 Allah supaya bergaul dg orang2 shaleh, karena bergaul dg orang shaleh selain kita akan terpicu utk berlomba2 dalam amal baik, kita juga insya Allah akan terjaga sebagaiman Nabi saw telah menyebutkan  dalam haditsnya diatas.

Dalil Tentang Hijrah Dg Niat Bukan Karena Allah

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radiallahuanhu, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah alaihisalatu wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas)berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. “ (HR. Bukhari no:01 dan Muslim no:1907)


Firman Allah:
"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [An-Nisaa : 100]

Doa Mohon Ampun (Doa Nabi Musa a.s)



Musa mendo`a: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[Al-Qashash:16]

Doa Mohon Ampun (Doa Nabi Adam a.s)

"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. [Al-A`raaf:23]

Doa Minta Ampun & Terhindar dari sifat Dengki (Doa Nabi Ibrahim a.s)





"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." [Al-Hasyr:10]

Doa Meminta Keturunan Baik [Doa Nabi Zakaria a.s]






"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do`a".[Ali-`Imraan:38] 

Doa Meminta Istri dan Keturunan yang baik

"Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. [Al-Furqan:74]

HUKUM MENGGANTUNGKAN LUKISAN

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum menggantung lukisan di rumah dan tempat-tempat lainnya ?

Jawaban.
Hukumnya adalah haram jika gambar tersebut adalah gambar makhluk bernyawa, baik manusia atau selainnya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Janganlah engkau tinggalkan patung kecuali engkau telah membuatnya menjadi tidak berbentuk, dan jangan pula meninggalkan kuburan yang menjulang tinggi kecuali engkau meratakannya". [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Jana'iz, 969]

Dan hadits yang ditegaskan dari Aisyah Radhiyallahu 'anha. Sesungguhnya Aisyah telah membeli bantal kecil untuk hiasan yang didalamnya terdapat gambar. Ketika Rasulullah melihat bantal tersebut, beliau berdiri di depan pintu dan enggan untuk masuk seraya bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya pemilik gambar ini akan diadzab dan akan dikatakan kepada mereka. "Hidupkanlah apa yang telah engkau ciptakan".[1]

Akan tetapi jika lukisan tersebut dilakukan pada permadani yang digunakan untuk tempat berpijak, atau bantal yang digunakan sebagai alat untuk bersandar, maka hal itu diperbolehkan. Dalam sebuah hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa ketika Jibril hendak mendatangi rumah beliau, dia enggan memasuki rumah, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya dan dijawab oleh Jibril.

"Artinya : Di dalam rumah itu terdapat tirai dari kain tipis yang bergambar patung dan di dalam rumah itu terdapat seekor anjing. Perintahkan agar gambar kepala patung yang berada di pintu rumah itu dipotong sehingga bentuknya menyerupai pohon, dan perintahkan agar tirai itu dipotong dan dijadikan dua buah bantal untuk bersandar dan perintahkan agar anjing itu keluar dari rumah". [Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Adab 2806]

Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan perintah tersebut sehingga Jibril Alaihis salam masuk ke dalam rumah itu. Diriwayatkan oleh An-Nasa'i dengan sanad yang baik[2]. Dalam hadits tersebut bahwa anjing itu adalah anjing kecil milik Hasan atau Husain yang secara sembunyi-sembunyi tinggal di dalam rumah itu. Dalam sebuah hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau besabda.

"Artinya : Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan lukisan".[3].

Kisah tentang malaikat Jibril di atas menunjukkan bahwa gambar atau lukisan yang ada dalam permadani atau yang semacamnya tidak menyebabkan malaikat enggan memasuki suatu rumah, di mana hal itu ditegaskan dalam hadits shahih dari Aisyah bahwa ia menjadikan tirai seperti yang disebutkan di atas menjadi bantal yang digunakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bersandar.

[Ibn Baz, Kitab ad-Da'wah, hal. 19-20]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Pengumpul Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam bab Tauhid 7557, Muslim dalam bab Al-Libas 96-2197
[2]. Abu Dawud dalam bab Al-Libas 4158, At-Tirmidzi, bab Al-Adab 2806, An-Nasa'i bab Perhiasan8/216
[3]. Hadits Riwayat Al-Bukhari, bab Bad'ul Khalq 3225, Muslim bab Al-Libas 2106

HUKUM MENGENAKAN PAKAIAN YANG BERGAMBAR

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengenakan pakaian yang bergambar ?

Jawaban
Seseorang dilarang untuk mengenakan pakaian yang bergambar hewan atau manusia, dan juga dilarang untuk mengenakan sorban serta jubah atau yang menyerupai itu yang didalamnya terdapat gambar hewan atau manusia atau makhluk bernyawa lainnya. Karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menegaskan hal itu dengan sabdanya.

"Artinya : Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya terdapat lukisan".[Hadits Riwayat Al-Bukhari, bab Bad’ul Khalq 3226, Muslim bab Al-Libas 2106]

Maka dari itu hendaklah seseorang tidak menyimpan atau memiliki gambar berupa foto-foto yang oleh sebaigian orang dianggap sebagai album kenangan, maka wajib baginya untuk menanggalkan foto-foto tersebut, baik yang ditempel di dinding, ataupun yang disimpan dalam labum dan lain sebagainya. Karena keberadaan benda-benda tersebut menyebabkan malaikat haram (enggan) memasuki rumah mereka. Hadits yang menunjukkan hal itu adalah hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Wallahu a'lam

[Ibn Utsaimin, Al-Majmu Ats-Tsamin, hal 199]

MENYIMPAN FOTO SEBAGAI KENANGAN

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum menyimpan gambar atau foto sebagai kenangan ?

Jawaban.
Menyimpan gambar atau foto untuk dijadikan sebagai kenangan adalah haram, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa malaikat enggan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar. Hal ini menunjukkan bahwa menyimpan gambar atau foto di dalam rumah hukumnya adalah haram. Semoga Allah memberi kita pertolongan.

[Ibn Utsaimin, Al-Majmu Ats-Tsamin, hal 200]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

HUKUM MENDENGARKAN MUSIK DAN LAGU SERTA MENGIKUTI SINETRON

Oleh
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mendengarkan musik dan lagu ? Apa hukum menyaksikan sinetron yang di dalamnya terdapat para wanita pesolek ?

Jawaban
Mendengarkan musik dan nyanyian haram dan tidak disangsikan keharamannya. Telah diriwayatkan oleh para sahabat dan salaf shalih bahwa lagu bisa menumbuhkan sifat kemunafikan di dalam hati. Lagu termasuk perkataan yang tidak berguna. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan".[Luqman : 6]

Ibnu Mas'ud dalam menafsirkan ayat ini berkata : "Demi Allah yang tiada tuhan selainNya, yang dimaksudkan adalah lagu".

Penafsiran seorang sahabat merupakan hujjah dan penafsirannya berada di tingkat tiga dalam tafsir, karena pada dasarnya tafsir itu ada tiga. Penafsiran Al-Qur'an dengan ayat Al-Qur'an, Penafsiran Al-Qur'an dengan hadits dan ketiga Penafsiran Al-Qur'an dengan penjelasan sahabat. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa penafsiran sahabat mempunyai hukum rafa' (dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam). Namun yang benar adalah bahwa penafsiran sahabat tidak mempunyai hukum rafa', tetapi memang merupakan pendapat yang paling dekat dengan kebenaran.

Mendengarkan musik dan lagu akan menjerumuskan kepada suatu yang diperingatkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya.

"Artinya : Akan ada suatu kaum dari umatku menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat musik".

Maksudnya, menghalalkan zina, khamr, sutera padahal ia adalah lelaki yang tidak boleh menggunakan sutera, dan menghalalkan alat-alat musik. [Hadits Riwayat Bukhari dari hadits Abu Malik Al-Asy'ari atau Abu Amir Al-Asy'ari]

Berdasarkan hal ini saya menyampaikan nasehat kepada para saudaraku sesama muslim agar menghindari mendengarkan musik dan janganlah sampai tertipu oleh beberapa pendapat yang menyatakan halalnya lagu dan alat-alat musik, karena dalil-dalil yang menyebutkan tentang haramnya musik sangat jelas dan pasti. Sedangkan menyaksikan sinetron yang ada wanitanya adalah haram karena bisa menyebabkan fitnah dan terpikat kepada perempuan. Rata-rata setiap sinetron membahayakan, meski tidak ada wanitanya atau wanita tidak melihat kepada pria, karena pada umumnya sinetron adalah membahayakan masyarakat, baik dari sisi prilakunya dan akhlaknya.

Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjaga kaum muslimin dari keburukannya dan agar memperbaiki pemerintah kaum muslimin, karena kebaikan mereka akan memperbaiki kaum muslimin. Wallahu a'lam.

[Fatawal Mar'ah 1/106]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan Penerbitan Darul Haq. Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin]

KEHARAMAN SENI LUKIS, SENI PAHAT, PATUNG DAN MONUMEN

Oleh
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta

Pertanyaan
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya :
1. Apakah keharman seni (lukis dan seni pahat) bersifat mutlak atau hanya untuk waktu tertentu?
2. Apa pandangan Islam terhadap pembuatan patung untuk berbagai macam tujuan?
3. Apa pandangan Islam terhadap monumen dan tugu-tugu peringatan bagi tentara atau pahlawan tidak dikenal?
4. Apa pandangan Islam terhadap karya lukis klasik dan seni abstrak?
5. Apa pandangan/sikap para pelaku seni (dalam hal ini pelukis dan pemahat) terhadap hadits-hadits yang mengharamkan hal itu?

Jawaban
1. Seni pahat atau seni lukis terhadap makhluk bernyawa hukumnya haram dan keharamannya adalah bersifat mutlak sepanjang masa kecuali bila itu dirasakan benar-benar penting seperti gambar atau photo untuk surat izin perjalanan, kartu tanda pengenal, paspor, kartu tanda pengenal dalam pekerjaan dan sebagainya yang digunakan untuk menghindari terjadinya penipuan identitas atau menjaga keamanan diri kita, maka dalam hal-hal ini terdapat pengecualian

2. Mendirikan patung untuk berbagai macam tujuan adalah haram, baik untuk dijadikan sebagai monumen peringatan bagi seorang raja, panglima perang, pemimpim sautu kaum, tokoh-tokoh pembaharuan, atau tokoh-tokoh yang menjadi simbol kecerdasan dan kegagahan seperti patung Abi Al-Haul ataupun untuk tujuan lainnya, karena keumuman hadits shahih yang menjelaskan tentang pelarangan hal-hal demikian, dan karena patung-patung dan gambar-gambar tersebut merupakan pemicu atau sarana bagi kemusyrikan sebagaimana yang terjadi pada kaum Nuh.

3. Mendirikan tugu-tugu atau menumen peringatan orang-orang terkenal dari kalangan pemimpin atau orang-orang yang ikut andil dalam membangun negara, baik dari kalangan ilmuwan, ahli ekonomi, politikus, juga mendirikan tugu peringatan bagi tentara atau pahlawan tidak dikenal merupakan perbuatan kaum jahiliyah dan merupakan perbuatan yang sangat berlebihan (melamaui batas). Maka dari itu, seringkali kita melihat orang-orang mengadakan upacara atau pesta peringatan disekitar tugu-tugu tersebut yang digelar pada waktu-waktu tertentu dengan meletakkan karangan bunga sebagai tanda penghormatan kepada mereka.

Perbuatan yang demikian sama saja dengan pemujaan berhala yang dilakukan pada masa-masa awal (jahiliyah) dan merupakan sarana menuju kesyirikan terbesar dan penentangan terhadap Allah. Maka kita wajib menghindari diri dari taklid yang demikian dengan menjaga kemurnian tauhid, mencegah pemborosan dari hal-hal yang tidak bermanfaat, dan menjauhkan diri dari perbuatan orang-orang kafir dengan tidak mengikuti mereka dalam kebiasaan dan taklid yang tidak ada kebaikan di dalamnya, bahkan menyeret kepada kesesatan.

4. Lingkup keharaman dalam masalah gambar atau lukisan adalah lukisan atau gambar makhluk bernyawa, baik gambar yang dipahat berupa patung maupun gambar yang dilukis di atas dinding, kanvas, kertas ataupun di atas kain tenun, baik yang dilukis dengan pinsil, pena ataupun alat tulis lainnya, baik lukisan dengan obyek nyata atau lukisan yang mengandalkan imajinasi, besar maupun kecil.

Maka obyek pelarangan di sini adalah segala jenis gambar makhluk bernyawa meskipun obyek penggambarannya berdasarkan imajinasi, seperti lukisan yang menggambarkan orang-orang terdahulu pada masa Fir’aun, atau lukisan para pemimpin perang salib, dan seperti lukisan yang menggambarkan Isa dan Bunda Maria yang dipampang di gereja-gereja serta gambar-gambar lainnya. Ini disebabkan keumuman nash yang menjelaskan tentang hal itu, juga dikarenakan pada hal yang demikian terdapat persamaan atau penyerupaan dari makhluk Allah, dan juga karena ia membawa kepada kesyirikan

5. Sebagian dari mereka bersikap mengingkarinya, tetapi hadits-hadits dengan sangat tegas menyebutkan keharamannya sehingga tidak ada keraguan di dalamnya. Mereka yang begelut dan berkecimpung di bidang seni lukis dan pahat berdalih bahwa ada pengecualian terhadap hal itu sesuai dengan perkembangan zaman, namun mereka tidak akan pernah mendapatkan alasan yang tepat karena hadits-hadits tersebut bersifat umum dan sangat jelas pelarangannya. Mereka mencoba mencari pembenaran (legalitas) atas tindakan yang mereka lakukan dengan mencari-cari alasan (rukhsah).

Pada kenyataannya, mereka berkecimpung di bidang itu tidak lain hanya untuk mengekspresikan seni keindahan, menyalurkan hobi, mengaktuliasasikan daya khayal yang mereka miliki yang kemudian bermuara kepada keinginan mereka untuk menjadikan karya seni sebagai mata pencaharian dan lapangan pekerjaan atau alasan-alasan lain yang tidak mungkin mendapatkan pengecualian (rukhsah) atas keharaman yang ditunjukkan oleh nash dan tidak mungkin pula dapat menghindar dari eksistensinya sebagai sesuatu yang menyeret kepada dosa terbesar (syirik).

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta (1/478, 479)]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]

HUKUM GAMBAR YANG DIGUNAKAN UNTUK TUJUAN PENGAJARAN/PENDIDIKAN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Banyak sekali permainan berupa gambar makhluk bernyawa yang dilukis dengan tangan yang lebih condong digunakan untuk tujuan pengajaran seperti yang terdapat dalam buku-buku cerita anak, apakah hal itu diperbolehkan?

Jawaban
Jika hal itu ditujukan untuk meghibur anak-anak, maka mereka yang memperbolehkan permainan untuk anak-anak, juga membolehkan gambar-gambar yang seperti itu dengan catatan bahwa gambar-gambar tersebut tidak benar-benar menyerupai makhluk ciptaan Allah seperti yang jelas keberadaannya di hadapan saya. Ini adalah perkara yang mudah.

[Syaikh Ibn Utsamin, Fatawa Al-Aqidah, hal. 683]

HUKUM BONEKA YANG DIANTARANYA DAPAT BERBICARA DAN MENANGIS

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ada berbagai macam bentuk boneka, diantaranya boneka yang terbuat dari kapas, yang bentuknya seperti karung yang memiliki kepala, tangan dan kaki, ada pula yang bentuknya sangat mirip dengan manusia, dapat berbicara, menangis atau berjalan layaknya manusia. Apa hukum membuat atau membelikan boneka-boneka semacam itu untuk anak-anak perempuan untuk tujuan pengajaran dan sebagai hiburan?

Jawaban
Boneka yang bentuk dan wujudnya tidak sempurna dan memiliki beberapa anggota tubuh dann kepala tetapi tidak jelas bentuknya, maka hal itu jelas diperbolehkan dan boneka-boneka seperti itulah yang dimainkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha.

Sedangkan bila boneka tersebut memiliki bentuk yang sempurna seolah-olah engkau menyaksikan manusia, apalagi boneka itu dapat bergerak atau dapat mengeluarkan suara, aku tidak berani mengatakan bahwa hal itu dibolehkan, karena boneka-boneka itu secara langsung telah menyerupai bentuk makhluk ciptaan Allah. Secara dzahir bahwa boneka yang digunakan oleh Aisyah untuk bermain bukanlah boneka yang memiliki bentuk dan sifat yang demikian, maka menjauhi hal–hal itu adalah lebih utama, akan tetapi aku tidak mengatakan secara langsung bahwa hal itu adalah haram, karena dalam masalah tersebut ada pengecualiaan bagi seorang anak kecil yang tidak memiliki oleh orang-orang dewasa.

Anak kecil cenderung memiliki watak suka bermain dan bersenang-senang, dan mereka tidak dibebani oleh berbagai macam ibadah hingga kita sering berkata bahwa waktu mereka lebih banyak digunakan untuk bermain dan bersenda gurau. Jika seseorang hendak memiliki benda seperti ini, maka hendaklah ia melepas kepala boneka itu atau memanggangnya di atas api hingga boneka itu menjadi lunak kemudian menghimpitnya sehingga tidak terlihat lagi ciri-cirinya.

[Syaikh Ibn Utsamin, Fatawa Al-Aqidah, hal. 684-685]

HUKUM MEMBUAT BONEKA YANG DILAKUKAN OLEH SEORANG ANAK ATAU ORANG DEWASA

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah ada perbedaan antara seorang anak kecil yang membuat sebuah boneka untuk bermain dengan kita yang membuatkan atau membelikan mereka boneka?

Jawaban
Saya berpendapat bahwa pembuatan boneka yang menyerupai makhluk Allah adalah haram, karena pebuatan itu termasuk dalam perbuatan membuat gambar yang tidak diragukan keharamannya. Akan tetapi bila boneka tersebut dibuat oleh golongan yang bukan muslim, maka hukum manfaatnya sebagaimana yang telah saya sebutkan.

Tetapi daripada kita membeli benda-benda seperti itu, sebaiknya kita membelikan mereka barang seperti sepeda, mobil-mobilan, ayunan atau barang-barang lainnya yang tidak berwujud makhluk bernyawa.

Adapun boneka yang terbuat dari kapas dan boneka-boneka yang bentuknya jelas-jelas memiliki anggota tubuh, kepala dan kaki tetapi tidak memiliki mata dan hidung, maka hal itu tidak dilarang, karena boneka itu tidak memiliki kesurupaan dengan makhluk ciptaan Allah.

[Syaikh Ibn Utsamin, Fatawa Al-Aqidah, hal. 675 ]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]

CARA MEWUJUDKAN IBADAH

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al Hilali


عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ كَعْبٍ الأَسْلَمِيِّ قَالَ كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي: سَلْ. فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ. قَالَ: أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ؟ قُلْتُ: هُوَ ذَاكَ، قَالَ: فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

"Dari Rabi’ah bin Ka’ab Al Aslami Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan: Aku menginap di rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku membantu membawakan air wudhu dan keperluan beliau, lalu beliau berkata,”Mintalah sesuatu kepadaku!” Saya menjawab,”Saya minta agar bisa bersamamu di surga!” Beliau bersabda,”Atau yang lain (dari) itu?” Aku menjawab,”Itu saja,” maka beliau bersabda,”Bantulah aku (untuk mengalahkan) nafsu (diri)mu dengan banyak bersujud." [HR Imam Muslim].

Peribadatan kepada Allah merupakan tujuan diciptakannya seorang hamba. Lalu bagaimanakan cara mewujudkannya?

MEMINTA TOLONG KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA
Jika beribadah kepada Allah Azza wa Jalla merupakan tujuan dan keinginan akhir seorang hamba, maka dia akan bertawajjuh (menghadap) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar Allah menolongnya dalam beribadah dan agar Allah memberikan hidayah kepadanya untuk mampu menunaikan hak-hak Allah Azza wa Jalla. Karenanya meminta tolong kepada Allah agar bisa mencapai ridhaNya merupakan permintaan yang paling utama. Oleh karena itu juga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada sahabat kesayangannya, Muadz Bin Jabbal Radhiyallahu 'anhu. Beliau bersabda.

يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَلاَ تَنْسَ أَنْ تَقُولَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

"Wahai Muadz! Sungguh saya suka kepadamu, maka di akhir tiap shalat janganlah engkau lupa membaca doa (artinya), Ya Allah bantulah saya untuk berdzikir kepadaMu, untuk bersyukur kepadaMu, dan untuk menjadi baik dalam beribadah kepadaMu". [1]

Ketahuilah, wahai hamba-hamba Allah! Jika engkau konsisten beribadah kepada Allah dan engkau masukkan dirimu ke dalam peribadatan kepadanya, maka Dia Azza wa Jalla akan membantumu. Jadi masuknya dirimu ke dalam pengabdian kepada Allah merupakan sebab untuk mendapatkan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semakin sempurna peribadatan seorang hamba, maka semakin besar pula ia mendapatkan pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.

Beribadah kepada Allah diapit oleh dua jenis pertolongan, yaitu pertolongan sebelum melakukannya, yakni untuk teguh menjalankan peribadatan terkait; dan pertolongan kedua, yakni untuk istiqamah menjalankan peribadatan terkait serta menjalankan peribadatan lainnya. Demikianlah seterusnya, selama engkau menjadi hamba Allah Azza wa Jalla.

Orang yang menghayati kedudukan ini, niscaya ia akan mendapati bahwa do’a yang diajarkan Nabi di atas merupakan do’a paling bermanfaat. Bahkan merupakan inti do’a yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Itulah yang dimaksudkan Allah dalam Al Fatihah.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

"Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan".

SABAR DALAM BERIBADAH.
Wahai sekalian umat! Orang yang tujuan akhirnya adalah Allah, ia pasti akan memiliki semangat yang tinggi. Dia kumpulkan semangatnya. Dia siapkan kemampuannya, dan ia singkirkan tuntutan hawa nafsunya, supaya ia bisa naik pada posisi tinggi di hadapan Allah Azza wa Jalla, Dzat yang dicintai dan ditaatinya. Ia juga akan memperbaiki kesalahan-kesalahan di jalan, agar tetap mapan di peringkat ini.

Ya, itu merupakan perbuatan sulit; sulitnya mengumpulkan, menyiapkan dan melepaskan diri dari segala yang menghalangi ibadah …

Namun, itu juga merupakan kenikmatan yang tidak bisa dirasakan, kecuali oleh orang yang sudah merasakan nikmat dan manisnya perbuatan itu. … Akan tetapi, itu semua tidak akan bisa didapatkan, kecuali dengan kerja keras. Jika engkau sudah mampu melewati masa-masa sulit itu, maka ia akan memberimu keharuman, sehingga tertebarlah bau wanginya. Engkaupun menjadi orang yang pantas berada pada posisi itu, dan engkau termasuk orang yang bisa memahaminya dengan pemahaman yang sebenarnya.

Allah Azza wa Jalla berfirman.

فَاعْبُدُوْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ

"Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepadaNya". [Maryam:65].

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya". [Thaha:132].

Perbuatan ibadah dalam Islam itu, mencakup semua kegiatan, gerakan, kesibukan, niat dan arah. Sungguh (betapa) sulit bagi seorang manusia mengarahkan semua itu hanya kepada Allah k . Sebuah kesulitan yang membutuhkan kesabaran. Dan sebuah jalan yang membutuhkan kesungguh-sungguhan, agar hati bisa terbebas dari noda-noda hawa nafsu, tipuan syethan dan keburukan jiwa.

Namun, siapapun yang menanam keikhlasan, ia pasti akan menuai keselamatan. Dan siapapun yang menanam benih ittiba’ (mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam), ia akan memetik hasil kebenaran dalam berkata dan berbuat. Dan barangsiapa yang menjaga (syari’at) Allah, Allah Azza wa Jalla pasti akan menjaganya. Allah berfirman.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik". [Al Ankabut:69].

Dan kepada posisi inilah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan isyarat.

حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ

"Neraka itu ditutupi dengan syahwat (yang disenangi hawa nafsu) dan surga ditutupi dengan makarih (hal-hal yang tidak menyenangkan)". [2]

Jadi surga itu ditutupi dan dikelilingi dengan makarih.

Makarih adalah perintah yang dibebankan kepada mukallaf untuk melawan hawa nafsu dalam melaksanakan perintah itu; baik itu (berupa) perintah untuk mengerjakan ataupun perintah untuk meninggalkan. Seperti melaksanakan ibadah dengan benar dan menjauhi larangan dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Dan diungkapkan dengan kalimat makarih (sesuatu yang dibenci, tidak menyenangkan, pent.) karena berat dan sulitnya hal itu bagi pelaku. Namun akibatnya lebih manis daripada madu.

لاَ تَحْسَبَنَّ الْمَجْدَ تَمْرًا أَنْتَ آكِلُهُ
لَنْ تَبْلُغَ الْمَجْدَ حَتَّى تَلْعَقَ الصَّبْرَ

Jangan engkau sangka kemuliaan itu seperti kurma yang engkau makan
Engkau tak akan mencapai kemuliaan sebelum engkau teguk kesabaran

Dan benarlah pekataan seorang penya’ir

وَالصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ
لَكِنْ عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ

Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya
Akan tetapi akibatnya lebih manis daripada madu

MURAQABATULLAH (MERASA SELALU DALAM PENGAWASAN ALLAH)
Ini adalah tingkatan ihsan. Rasulullah n memberikan isyarat kepada tingkatan ihsan ini dalam hadits Jibril yang panjang, ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang ihsan, beliau bersabda:

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

"(Ihsan adalah) engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau". [3].

Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Ini memberikan isyarat, bahwa seorang hamba dalam beribadah kepada Allah (hendaknya) dengan cara seperti ini. Yaitu merasakan kedekatan Allah, dan bahwasanya Allah itu di depannya, seolah-olah hamba ini melihatNya. Itu semua dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla dan pengagungan kepadaNya, sebagaimana tersebut dalam sebuah riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.

أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ

"Hendaknya engkau takut kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya".[4]

Wajib juga hukumnya, untuk jernih dalam beribadah, mengerahkan seluruh kemampuan dalam memperbaiki, meningkatkan dan menyempurnakan ibadah.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

"Jika engkau tidak dapat melihatnya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau".

Ada yang mengatakan, ungkapan itu merupakan pengungkapan alasan bagi perkara yang pertama (yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, pent.). Sesungguhnya seorang hamba jika diperintahkan untuk muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla) dalam ibadahnya dan merasakan kedekatan Allah kepada hambaNya sampai seakan-akan ia melihatNya, maka ini terkadang sulit bagi seorang hamba. Untuk mewujudkan ini semua, seorang hamba bisa memanfaatkan keyakinannya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa melihatnya. Allah mengetahui perbuatan hamba yang dikerjakan dengan sembunyi-sembunyi dan dengan terang-terangan. Allah mengetahui hati dan zhahirnya. Tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan Allah Azza wa Jalla.

Jika ini sudah terwujud, maka akan mudah baginya untuk naik ke tingkat berikutnya, yaitu senantiasa menyadari kedekatan Allah kepada hambaNya dan ma’iyah Allah (kebersamaan ilmu Allah dengan hambaNya, pent.), sampai seakan-akan dia melihatNya. [5]

Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Orang yang mencapai tingkatan ini, seakan bisa melihat RabbNya Azza wa Jalla di atas langit, di atas ‘ArsyNya sedang mengawasi hamba-hambaNya. Dia melihat mereka. Allah mendengar ucapan-ucapan mereka dan Allah melihat zhahir dan bathin mereka.

Seakan hamba ini mendengar Rabbnya sedang berbicara kepada Jibril Alaihissallam, lalu Jibril menyampaikan wahyu kepada hamba Allah. Allah memerintahkan dan melarang sesuai dengan keinginanNya. Allah mengatur alam ini, makhlukNya naik turun berdasarkan perintahNya.

Seakan hamba ini dapat melihat Rabbnya dalam keadaan ridha, murka, senang, benci, memberi, menahan rizki, tertawa, gembira, memuji wali-waliNya di hadapan para malaikatNya dan mencela musuh-musuhNya.

Seakan hamba ini dapat melihat Rabb dan kedua tanganNya. Satu menggenggam tujuh lapis langit, dan yang satunya lagi menggenggam tujuh lapis bumi. Allah Azza wa Jalla melipat tujuh lapis langit dengan tangan kananNya sebagaimana dilipatnya kertas-kertas buku.

Seakan hamba ini dapat melihat Rabbnya yang datang untuk memberikan pengadilan kepada hamba-hambaNya, sehingga bumi penuh dengan cahayaNya. Kemudian Allah berseru –dari atas ArsyNya- dengan suara yang dapat didengar oleh yang jauh, sebagaimana didengar oleh yang dekat.

وَعِزَّتِيْ وَجَلاَلِيْ لاَ يُجَاوِزُنِيْ الْيَوْمَ ظُلْمُ ظَالِمٍ

"Demi keperkasaan dan keagunganKu, pada hari ini tidak akan ada kezhaliman seorangpun yang luput dariKu".

Seakan hamba ini mendengar seruan Rabb kepada Adam Alaihissallam.

يَا آدَمُ قُمْ فَابْعَثْ بِعْثَ النَّارِ

"Wahai Adam, bangkitlah! Pisahkanlah golongan orang yang masuk neraka".

Begitu juga seruan Rabb kepada makhluk di Mahsyar

مَاذَآ أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ

"Apakah jawabanmu kepada para rasul?" [Al Qashash:65].

Apakah yang kalian sembah dulu?

Singkat kata, dengan hati, seseorang dapat melihat Rabb yang diperkenalkan oleh para rasul, sebagaimana dikenalkan juga oleh kitab-kitab Allah Azza wa Jalla dan agama yang didakwahkan oleh para rasul, serta kenyataan-kenyataan yang dikabarkan para rasul. Demikianlah, ia bangkit menyaksikan semua itu dengan hatinya, laksana bangkitnya seseorang yang menyaksikan berita mutawatir. Maka orang seperti ini, keimanannya seperti orang yang terbuka matanya. Sedangkan iman orang lain hanya ikut-ikutan, laksana orang buta. [6]

Dan nasihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada pembantu beliau Rabi’ah bin Ka’ab As Aslami Radhiyallahu 'anhu, yang termasuk Ahli Shuffah, telah mencakup langkah-langkah mewujudkan penghambaan diri kepada Allah Azza wa Jalla.

Berikut ini adalah penjelasannya,
Pertama : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar ia membantu beliau untuk mengalahkan nafsu (diri) Rabi’ah sendiri. Maka tidak diragukan lagi, bahwa barangsiapa yang membantu Nabi untuk mengalahkan nafsu dirinya, maka pertolongan yang pertama kali diminta untuk mengalahkan nafsu adalah pertolongan dari Allah Azza wa Jalla. Diantara do’a yang ma’tsur (dalam hal ini) ialah:

وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ

"Janganlah engkau bebankan aku kepada diriku meskipun sekejap". [7]

Jadi, seorang hamba sangat membutuhkan pertolongan dari Allah Azza wa Jalla untuk mengalahkan nafsunya yang berada di sampingnya.

Hanya kepunyaan Allah sajalah jika ada mutiara kata berikut :
Bila pertolongan Allah tidak diberikan pada seorang pemuda
Maka dosa pertama yang ia tanggung adalah ijtihadnya

Kedua : Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Tolonglah aku untuk mengalahkan nafsu (diri)mu". Disini terdapat penjelasan, bahwa hawa nafsu itu tabi’atnya bertolak belakang dengan usaha mencapai derajat yang tinggi di akhirat. Karenanya membutuhkan kesungguh-sungguhan dan kesabaran dalam beribadah, agar tidak tertinggal dari golongan orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah.

Ketiga : Sabda Rasulullah "dengan banyak bersujud". Barangsiapa banyak bersujud kepada Allah, maka dia akan mendapatkan kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla, sebagimana yang diisyaratkan dalam firman Allah Azza wa Jalla.

وَاسْجُدْ وَاقْتَرِب

"Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Rabb)"! [Al Alaq:9].

Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

"Seorang hamba paling dekat kepada Rabbnya ketika dia sujud, maka perbanyaklah do’a".[8]

Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

"Adapun ruku’, maka pada waktu itu agungkanlah Rabb kalian. Sedangkan sujud, maka pada saat itu bersungguh-sungguhlah dalam berdo’a. Niscaya do’a kalian akan dipenuhi". [9]

Jadi sujud termasuk diantara saat-saat dikabulkannya do’a. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan (kepada Rabi’ah Bin Ka’ah) saat-saat terkabulnya do’a. Beliau menyuruh Rabi’ah agar membiasakan diri mengetuk pintu do’a, dan beliau juga mengajari Rabi’ah cara mengetuk pintu do’a tersebut. Barangsiapa keadaannya seperti ini, maka sebentar lagi pintu ijabah akan dibukakan. Dan hanya kepada Allah kita mohon pertolongan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VII/1424H/2004M- 2003M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Hadits shahih, sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab Shahih Kitabil Adzkar Wa Dha’ifuhu
[2]. Diriwayatkan Imam Bukhari 320/11 dalam Fathul Bari dan Imam Muslim 2823, dari Abu Hurairah, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas dengan kalimat حفت ...
[3]. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Khattab dan diriwayatkan oleh Bukhari serta Muslim dari Abu Hurairah
[4]. HR Muslim, pent.
[5]. Iqazhul Himam Al Muntaqa Min Jami’il ‘Ulum Wal Hikam, halaman 71-72, karya saya (Syaikh Salim)
[6]. Madarikussalikin 3/153-154
[7]. Dikeluarkan oleh Imam Nasa’i dalam kitab Amalul Yaumi Wal Lailati, dan juga Ibnu Sunni no. 49 dengan sanad yang baik, sebagaimana sudah saya jelaskan dalam kitab Ujalatur Raghibil Mutamanni
[8]. Dikeluarkan oleh Imam Muslim no. 482
[9]. Imam Muslim no. 479.

Kedudukan Tauhid Dalam Islam

Oleh Ustad Yazid Bin Abdul Qadir Jawas

Tauhid merupakan syukur bagi seorang muslim [3]

'Aqidah adalah dasar utama dibangunnya umat ini, maka baik buruknya suatu ummat tergantung dari keselamatan aqidah dan manhajnya. Seluruh para Nabi dan Rasul 'alaihimush shalaatu wa sallam  telah mendakwahkan tauhid kepada umatnya di setiap kurun (generasi) nya.

Semua Rasul memulai dakwah mereka kepada kaummnya dengan Tauhid Uluhiyyah, agar kaum mereke beribadah dengan benar hanya kepada Allah saja.

Seluruh Rasul berkata kepada kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah saja[4]. Sebagaimana firman Allah:
"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), 'Beribadahlah kepada Allah, dan jauhilah thaghut,'..." (QS. An-Nahl:36) 

Dan Firman-Nya:
"Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun sebelum engaku (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya: 'Bahwasanya tidak ada Ilah {Tuhan yang berhak untuk diibadahi dengan benar} selain Aku, maka beribadahlah kamu sekalian kepada-Ku." (QS. Al-Anbiyaa':25)

Juga firman-Nya:
Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata): "Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)  (QS. Al-Mu'minuun: 32)

"...Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya..." (QS. Al-A'raf: 59)


Yang demikian karena Allah Ta'ala menciptakan seluruh makhluk agar menyembah-Nya semata, Dzat yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaiman Allah berfirman:


"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariat:56)

Ibadah merupakan hak Allah yang harus ditunaikan oleh hamba-Nya. Sebagaiman sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Muadz bin Jabal  radhiyallahu 'anhu:
'Wahai Muadz! Tahukah engkau apa hak Allah yang wajib dipenuhi para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah? 'Aku menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau pun bersabda: "Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya ialah mereka beribadah kepada-Nya saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah ialah sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.' Aku bertanya: Wahai Rasulullah Tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?' Beliau menjawab: Janganlah kau sampaikan kabar gembira ini kepada mereka sehingga mreka akan bersikap menyandarkan diri." [5]

Dan Hak Allah atas hamba-Nya ini tidak boleh didahului oleh urusan apapun dan hak seorang pun. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak...(QS. Al-Isra':23)

Allah juga berfirman:
"Katakanlah (Muhammad), 'Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Rabb kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apapun, berbuat baik kepada ibu bapak....(QS. Al-An'aam:151)


Allah mendahulukan hak-Nya di atas seluruh hak yang lain, dan keberadaan hak ini sebagai asas yang menjadi dasar dibangunnya seluruh hukum-hukum Islam. Kita bisa melihat bagaiman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal di kota Mekkah selama tiga belas tahun hanya untuk menyeru umat manusia menegakkan kalimat tauhid dan meninggalkan kesyirikan. Dan Al-Qur'anul Karim sebagain besar ayat-ayatnya menegaskan perintah untuk bertauhid dan melarang kebalikannya, yaitu Syirik.


Disamping itu, setiap orang yang melakukan shalat, baik fardhu maupun sunnah, dia telah berjanji berulang kali kepada Allah untuk menegakkan tauhid ini dalam ucapannya.


"Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan" (QS. Al-Fatihah:5)

Hak yang agung ini bisa dinamai dengan tauhid 'Ubudiyyah atau tauhid Uluhiyyah atau tauhid ath-Thalabalal (tuntunan) dan al-qashd (tujuan) - semua ini maksudnya sama - dan tauhid ini merupakan hal yang sudah tertanam pad setiap fithrah manusia, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang membuat anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi [6]


Jadi, Tauhid merupakan pangkal asal di alam ini, sedang kesyirikan merupakan perkara baru yang muncul dan masuk ke dalamnya.
Allah berfirman:
"Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para Nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan..." (QS. Al-Baqarah:213)


Allah juga berfirman:
"Dan manusia itu dahulunya hanyalah satu umat, kemudia mereka berselisih..." (QS. Yunus:19)

Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Antara Nabi Adam dan Nabi Nuh terdapat sepuluh generasi yang seluruhnya berada di atas Islam."

Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah berkata: "Ini adalah pendapat yang benar tentang ayat tersebut dan telah disebutkan di dalam Al-Quran ayat-ayat yang mendukungnya."

Pendapat ini dishahihkan pula oleh al-Hafidzh Ibnu Katsir dalam kitab tafsiir-nya, dan yang pertama kali berbuat syirik (adalah) kaum Nabi Nuh 'alaihis salaam tatkala mereka ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang shalih mereka, sombong dan menentang dakwah Nabinya,

"Dan mereka berkata: 'Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meinggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa', Yaguts, Ya'uq, dan Nasr." (QS. Nuh:23)


Imam Bukhari rahimahullaah meriwayatkan dalam kitab Shahiih-nya, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,beliau berkata, "Nama-nama ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nuh. Tatkala mereka meninggal dunia, maka setan membisikkan kepada kaum Nabi Nuh agar mereka menancapkan patung pada majelis-majelis yang biasa digunakan untuk berkumpul oleh mereka, dan setiap patung diberi nama dengan nama-nama mereka. Hal tersebut terus dilakukan, tetapi tidak disembah, sampai ketika generasi itu meninggal dunia dan ilmu telah dilupakan, akhirnya patung-patung itu pun disembah.[7]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah berkata: "Lebih dari seorang ulama salaf telah berkata bahwa tatkala orang-orang shalih (kaum Nabi Nuh) tersebut meinggal dunia maka mereka beriti'kaf di kubur-kuburnya, kemudia menggambar patung-patungnya dan ketika waktu terus berjalan maka mereka menyembah patung-patung tersebut."


Kemudia beliau pun berkata: "setan bersama orang-orang musyrik yang asyik dalam beribadah kepada patung di tiap-tiap kaum sesuai dengan kadar akal mereka. Maka sebagain kaum mengajaknya untuk menyembahnya dengan cara mengagungkan orang-orang yang telah mati yaitu dengan membuat patung-patung mereka sebagaimana perbuatan kaum Nabi Nuh, hal yang demikian inilah yang mendominasi mayoritas kaum musyrikin yang awam. Adapun pada kalangan khusus, mereka menyembah patung-patung karena - menurut anggapan mereka - patung-patung tersebut merupakan personifikasi bintang-bintang yang mempengaruhi kehidupan alam ini. Maka mereka menyiapkan untuk patung-patung tersebut rumah-rumah, pelayan, tirai penutup, dan sembelihan-sembelihan. Halini masih terus berlangsung di dunia, dari dahulu hingga sekarang.


Keyakinan ini berasal dari orang-orang musyrik Shabi'ah dari kaum Nabi Ibrahim yang pernah diajak dialong oleh beliau tentang bathilnya perbuatan syirik, maka hujjah-hujjah mereka dipatahkan Nabi Ibrahim dengan Ilmu dan dihancurkan tuhan-tuhan mereka dengan tangannya hingga mereka menuntut agar Ibrahim dibakar.


Kelompok lainnya menjadikan bulan sebgai berhala, mereka beranggapan bahwa bulan itu pantas untuk disembah dan bulanlah yang mengatur kehidupan di alam semesta. Ada juga kelompok lain yang menyembah api yaitu orang-orang Majusi. Mereka membangun untuknya rumah-rumah yang banyak, menjadikan baginya pelayan dan tirai penutup, maka tidaklah mereka menyeru dan berdo'a kepadanya kecuali untuk menghapus satu kesalahan atau pengampunan suatu dosa. Kelompok lainnya menyembah air dengan beranggapan bahwa air asal segala sesuatu dan dengannya segala sesuatu dilahirkan, tumbuh, dan berkembang serta dengan air pula untuk bersuci dan hidup. Kelompok lainnya beribadah kepada binatang-binatang, ada yang menyembah kuda, dan ada juga yang menyembah sapi. Kelompok yang lain menyembah manusia yang hidup maupun yang mati, kelompok lainnya menyembah jin, menyembah pohon-pohon dan ada pula yang menyembah malaikat."

Dari atsar (perkataan para sahabat) yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Ibnu 'Abbas yang menjelaskan sebab terjadinya kesyirikan pada kaum Nabi Nuh, dapat kita simpulkan beberapa perkara yang penting, sebgai berikut:

  1. Bahayanya menggantungkan gambar-gambar di tembok dan membangun patung-patung di majelis-majelis atau di lapangan-lapangan. Hal itu bisa mendorong umat manusia untuk melakukan kesyirikan, dimana mereka akan melakukan pengagungan yang berlebihan terhadap gambar dan patung-patung tersebut dan selanjutnya mereka menyembahnya dan berkeyakinan bahwa gambar dan patung itu dapat mendatangkan manfaat dan menolak marabahaya sebagaimana pernah terjadi pada kaum Nabi Nuh
  2. Bersemangatnya setan untuk menyesatkan anak-cucu Adam dan mengelabui mereka. Setan mendatangi anak-cucu Adam dengan cara yang halus dan dengan slogan menganjurkan untuk berbuat baik. Tatkala setan melihat kaumnya Nabi Nuh sangat menghormati dan mencintai orang-orang shalih, maka ia menyeru kepada mereka untuk berlebih-lebihan dalam mencintai orang shalih tersebut di majelis-majelis mereka dengan tujuan mengeluarkan mereka dari jalan kebenaran.
  3. Setan bukanlah makhluk yang berpadangan sempit yang hanya ingin menyesatkan generasi masa kini, tetapi ia memiliki pandangan jauh untuk menyesatkan generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, tatkala setan melihat bahwa kesyirikan tidak mungkin akan dilakukan pada awal generasi kaum Nabi Nuh, maka setan bertekad dan bersemangat memasang jerat dan perangkap untuk menjatuhkan generasi selanjutnya.
  4. Tidak boleh menganggap enteng segala macam perantara kejahatan, bahkan wajib mencegahnya dan menutup pintu-pintu yang menuju kepadanya.
  5. Keutamaan Ulama yang mengamalkan ilmunya dan keberadaan mereka di bumi ini sebagai suatu kebaikan bagi manusia, sedangkan tidak adanya mereka merupakan kejelekan dan bencana. Sebab, setan merasa tidak mampu untuk menyesatkan suatu kaum selama ulama masih ada di tengah-tengah mereka.
 Dan kewajiban seorang muslim sejati adalah menjadi pengikut Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang setia, mengikuti petunjuknya, mencontoh teladannya, melaksanakan dan membela sunnah-sunnahnya, serta menjauhkan diri dari perbuatan syirik dan bid'ah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diutus oleh Allah untuk mengajak umat manusia agar mereka mentauhidkan (mengesakan) Allah dan menjauhkan segala macam perbuatan syirik.
Kalimat Tauhid bagi kaum Muslimin, khususnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah kalimat yang sudah tidak asing lagi kerena tauhid bagi mereka adalah suatu ibadah yang wajib dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan yang harus pertama kali didakwahkan sebelum yang lainnya.
Allah Ta'ala berfirman:
"...Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan keataatan kepada-Nya. Ingatlah kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)..." (QS. Az-Zumar: 2-3)

Allah Ta'ala juta berfirman:
"Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya..."(QS. Al-Bayyinah:5)

Kemuliaan ilmu tergantung dari kemuliaan apa yang dikaji. Ilmu yang paling agung dan paling mulia adalah Ilmu Tauhid dan ushuluddin. Karena diatas tauhid inilah Allah Ta'ala menciptakan jin dan manusia, menurunkan Kitab-kitab, mengutus para Rasul, serta menciptakan Surga dan Neraka. Barang siapa mempelajari Ilmu Tauhid dan mengamalkannya, maka dialah orang yang bertakwa lagi berbahagia. Sebaliknya, barangsiapa yang mengabaikannya dan tidak mau mempelajarinya, maka dialah orang yang sengsara lagi celaka.

Allah Ta'ala menyuruh para hamba-Nya untuk menuntut ilmu syar'i. Ilmu yang pertama kali harus dipelajari adalah Ilmu Tauhid mengenal Allah, mengkaji bagaimana mentauhidkan Allah, dan beribadah kepada-Nya dengan benar.
Allah Ta'ala berfirman:
"Maka ketahuilah bahwa tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Allah, dan mohon ampunlah atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu."(QS. Muhammad:19)

Orang yang mati dalam keadaan mentauhidkan Allah, maka ia akan masuk surga. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang meninggal dunia dan ia mengetahui bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, maka ia masuk surga"[8]

Dengan demikian, kedudukan tauhid adalah sebagai pondasi bagi bangunan amal seorang muslim. Perhatian seorang yang arif tentu senantiasa tertuju pada pembenahan pondasi, sedangkan orang yang bodoh akan terus meninggikan bangunan tanpa mengokohkan pondasi sehingga robohlah bangunannya. Keikhlasan dan tauhid juga diibaratkan sebatang pohon yang tumbuh dalam hati, amal perbuatan adalah cabang-cabangnya, kedamaian adalah buahnya yang dirasakan dalam kehidupan dunia ini serta kenikmatan yang kekal diakhirat. Sebagaimana buah-buahan surga tidak akan terputus dan terlarang, demikian pula halnya "buah" keikhlasan dan tauhid ini tidak akan terputus dan terlarang.
Kesyirikan, Dusta, Riya, bagaikan sebatang pohon yang tumbuh dalam hati manusia, buahnya didunia adalah ketakutan, kekhawatiran, kebingungan, kesempitan yang dirasakan dalam dada, serta kegelapan yang menimpa hati. Sedangkan diakhirat kelak akan membuahkan zaqqum[9] dan adzab yang kekal [10].

___________
Footnote:
[3] Lihat Fawaa-idul Fawaa-id (hal.149)
[4] Sebagaimana perkataan Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib. Lihat al-Quran surat al-Araf: 65, 73 & 85
[5] shahih: HR.Bukhari no.2856, 5967, 6267, 6500, 7373 dan Muslim no.30
[6] shahih: HR.Muslim no.2047
[7] shahih al-Bukhari no.4920
[8] shahih: HR.Muslim no.26 dari sahabat Utsman radhiyallahu anhu
[9] Sebatang pohon yang tumbuh di Neraka
[10] lihat Fawaa-idul (hal.261) karyat Ibnul Qayyim, dan lihat tentang perumpamaan ini dalam surat Ibrahim ayat 24-27

[Dikutip dari Buku "Tauhid Jalan menuju keadilan dan kemakmuran" karya al-Ustad Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet ke-1 Sya'ban 1429H/ Agustus 2008 penerbit Media Tarbiyah Po.Box 391 Bogor 16003 Jawa Barat-Indonesia.]

ISLAM ADALAH AGAMA YANG MUDAH

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama yang tidak sulit. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka. Allah Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai rahmat.

"Artinya : Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa’: 107]

Allah menurunkan Al-Qur'an untuk membimbing manusia kepada kemudahan, keselamatan, kebahagiaan dan tidak membuat manusia celaka, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.

"Artinya : “Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” [Thaahaa: 2-4]

Sebagai contoh tentang kemudahan Islam:

[1]. Menuntut ilmu syar’i, belajar Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf adalah mudah. Kita dapat belajar setiap hari atau sepekan dua kali, di sela-sela waktu kita yang sangat luang.

[2]. Mentauhidkan Allah dan beribadah hanya kepada-Nya adalah mudah.

[3]. Melaksanakan Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah mudah, seperti memanjangkan jenggot, memakai pakaian di atas mata kaki, dan lainnya.

[4]. Shalat hanya diwajibkan 5 waktu dalam 24 jam. Orang yang khusyu’ dalam shalat, paling lama 10 menit, dalam hitungan hari ia melaksanakan shalatnya dalam sehari hanya 50 menit dalam waktu 24 x 60 menit.

[5]. Orang sakit wajib shalat, boleh sambil duduk atau berbaring jika tidak mampu berdiri.

[6]. Jika tidak ada air (untuk bersuci), maka dibolehkan tayammum.

[7]. Jika terkena najis, hanya dicuci bagian yang terkena najis, (agama lain harus menggunting pakaian tersebut dan dibuang).

[8]. Musafir disunnahkan mengqashar (meringkas) shalat dan boleh menjama’ (menggabung) dua shalat apabila dibutuhkan, seperti shalat Zhuhur dengan ‘Ashar, dan Maghrib dengan ‘Isya'.

[9]. Seluruh permukaan bumi ini dijadikan untuk tempat shalat dan boleh dipakai untuk bersuci (tayammum).

[10]. Puasa hanya wajib selama satu bulan, yaitu pada bulan Ramadlan setahun sekali.

[11]. Orang sakit dan musafir boleh tidak berpuasa asal ia mengganti puasa pada hari yang lain, demikian juga orang yang nifas dan haidh.

[12]. Orang yang sudah tua renta, perempuan hamil dan menyusui apabila tidak mampu boleh tidak berpuasa, dengan menggantinya dalam bentuk fidyah. [2]

[13]. Zakat hanya wajib dikeluarkan sekali setahun, bila sudah sampai nishab dan haul.

[14]. Haji hanya wajib sekali seumur hidup. Barangsiapa yang ingin menambah, maka itu hanyalah sunnah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh al-Aqra’ bin Habis tentang berapa kali haji harus ditunaikan, apakah harus setiap tahun ataukah hanya cukup sekali seumur hidup? Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab.

"Artinya : “Haji itu (wajibnya) satu kali, barangsiapa yang ingin menambah, maka itu sunnah” [3]

[15]. Memakai jilbab mudah dan tidak berat bagi muslimah sesuai dengan syari’at Islam. Untuk masalah jilbab silahkan lihat kitab Jilbab Mar'ah Muslimah oleh Syaikh Imam Muhammad Nashirudin al-Albani rahimahullahu

[16]. Qishash (balas bunuh) hanya untuk orang yang membunuh orang lain dengan sengaja.[4]

Allah Azza wa Jalla menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan atas hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” [Al-Baqarah: 185]

“...Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” [Al-Maa-idah: 6]

“... Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama ...” [Al-Hajj: 78]

Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Allah Allah Azza wa Jalla menyuruh manusia untuk menghadap dan masuk ke agama fitrah. Allah Allah Azza wa Jalla berfirman.

"Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Ar-Ruum: 30]

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” [5]

Tidak mungkin, Allah Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan manusia, kemudian Allah Allah Azza wa Jalla memberikan beban kepada hamba-hamba-Nya apa yang mereka tidak sanggup lakukan, Mahasuci Allah dari sifat yang demikian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman

"Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-Baqarah: 286]

Tidak ada hal apa pun yang sulit dalam Islam. Allah Azza wa Jalla tidak akan membebankan sesuatu yang manusia tidak mampu melaksanakannya.

Sabda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan (tidak dapat melaksanakannya dengan sempurna). Oleh karena itu, berlaku luruslah, sederhana (tidak melampaui batas), dan bergembiralah (karena memperoleh pahala) serta memohon pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada waktu pagi, petang dan sebagian malam.” [6]

Orang yang menganggap Islam itu berat, keras, dan sulit, hal tersebut hanya muncul karena.

[1]. Kebodohan tentang Islam, umat Islam tidak belajar Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman Shahabat, tidak mau menuntut ilmu syar’i.

[2]. Mengikuti hawa nafsu. Orang yang mengikuti hawa nafsu, hanya akan menganggap mudah apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsunya.

[3]. Banyak berbuat dosa dan maksiyat, sebab dosa dan maksiyat menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan dan selalu merasa berat untuk melakukannya.

[4]. Mengikuti agama nenek moyang dan mengikuti banyaknya pendapat orang. Jika ia mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah, niscaya ia akan mendapat hidayah dan Allah Allah Azza wa Jalla akan memudahkan ia dalam menjalankan agamanya.

Allah Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menghilangkan beban dan belenggu-belenggu yang ada pada manusia, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur'an:

"Artinya : (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis), yang (namanya) mereka dapati tertulis dalam kitab Taurat dan Injil yang ada di pada mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membebaskan dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur-an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [Al-A’raaf: 157]

Dalam syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ada lagi beban-beban berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Di antara beban berat itu ialah:

• Saling membunuh penyembah sapi. [7]
• Mewajibkan qishas pada pembunuhan baik yang disengaja ataupun tidak, tanpa memperbolehkan membayar diyat.
• Memotong anggota badan yang melakukan kesalahan.
• Melarang makan dan tidur bersama istrinya yang sedang haidh.
• Membuang atau menggunting kain yang terkena najis.

Kemudian Islam datang menjelaskan dengan mudah, seperti pakaian yang terkena najis wajib dicuci namun tidak digunting.[8]

Syari’at Islam adalah mudah. Kemudahan syari’at Islam berlaku dalam semua hal, baik dalam ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), baik tentang ‘aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, jual beli, pinjam meminjam, pernikahan, hukuman dan lainnya.

Semua perintah dalam Islam mengandung banyak manfaat. Sebaliknya, semua larangan dalam Islam mengandung banyak kemudharatan di dalamnya. Maka, kewajiban atas kita untuk sungguh-sungguh memegang teguh syari’at Islam dan mengamalkannya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat orang lari” [9]

[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 2]
__________
Foote Note
[1]. Pembahasan ini diambil dari Kamaluddin al-Islami oleh Syaikh ‘Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim (hal. 42) dan Shuwarun min Samaahatil Islaam oleh DR. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdurrahman bin ‘Ali ar-Rabii’ah, cet. Darul Mathbu’aat al-Haditsah, Jeddah th. 1406 H, dan kitab-kitab lainnya.
[2]. Lihat Irwaa-ul Ghalil fii Takhriiji Ahaadits Manaaris Sabiil (IV/17-25) juga Shifat Shaumin Nabiy (hal. 80-85) oleh Syaikh Salim al-Hilaly dan Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, cet. Maktabah al-Islamiyyah, th. 1412 H.
[3]. HR. Abu Dawud (no. 1721), al-Hakim (II/293), an-Nasa-i (V/111), dan Ibnu Majah (no. 2886), lafazh ini milik Abu Dawud.
[4]. Lihat QS. Al-Baqarah 178-179.
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 1358) dan Muslim (no. 2658), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
[6]. HR. Al-Bukhari (no. 39), Kitabul Iman bab Addiinu Yusrun, dan an-Nasa'i (VIII/122), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
[7]. Lihat surat al-Baqarah ayat 54.
[8]. Lihat Shuwarun min Samaahatil Islaam oleh Dr. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdur Rahman bin ‘Ali ar-Rabii’ah.
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 69, 6125), Muslim (no. 1734) dan Ahmad (III/131) dari Shahabat Anas Radhiyallahu anhu. Lafazh ini milik al-Bukhari.

SEPUTAR ILMU MEMANGGIL ARWAH

Oleh
Syiakh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihiwa sallam, keluarganya, shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya.

Sungguh telah tersebar ditengah masyarakat, baik masyarakat penulis maupun masyarakat bukan penulis, satu ilmu yang dinamakan ilmu memanggil roh. Mereka mengaku bisa memanggil roh orang-orang mati dengan cara yang ditemukan oleh para tukang sihir. Mereka bertanya kepada para roh kabar tentang nikmat dan siksa yang dialami oleh orang-orang mati serta masalah-masalah lain yang kira-kira arwah dianggap mengetahuinya dalam kehidupan mereka (di alam kubur).

Aku telah banyak meneliti (merenungi) permasalahan ini sehingga jelas bagiku bahwa ilmu memanggil roh adalah ilmu yang batil. Dan ilmu tersebut merupakan permainan syetan yang bertujuan merusak aqidah dan akhlaq, menipu kaum muslimin dan menyeret mereka hingga sampai pada sikap mengaku tahu terhadap perkara ghaib dalam banyak masalah. Oleh sebab itu aku merasa perlu menulis kalimat ringkas ini untuk menjelaskan kebenaran, menasehati ummat serta menyingkap penipuan terhadap manusia.

Maka aku katakan, tidak diragukan lagi bahwa masalah ini sebagaimana masalah-masalah yang lain harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa saja yang ditetapkan Al-Qur’an dan Sunnah atau salah satunya maka kita harus menetapkannya dan apa saja yang dinafikan (ditiadakan) Al-Qur’an dan Sunnah atau salah satunya maka kitapun harus menafikannya. Sebagaimana firman Allah.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". [An-nisa’ 59]

Masalah roh merupakan perkara ghaib yang hakikatnya hanya diketahui Allah saja. Orang tidak boleh sibuk membicarakannya kecuali berdasarkan dalil syar’i. Allah berfirman.

عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

"(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya". [Al-Jin 26-27]

قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

"Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", [An-Naml 56]

Para ulama berbeda pendapat dalam memahami maksud roh (arwah) yang terdapat dalam Al Qur'an, surah Al-Isra’ 85.

وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَآأُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:"Roh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Sebagian ulama mengatakan, bahwa maksudnya adalah roh yang ada pada badan. Berdasarkan pendapat ini maka ayat diatas merupakan dalil bahwa roh termasuk urusan Allah, tidak diketahui oleh manusia sedikitpun kecuali yang diberitahukan oleh Allah. Karena masalah roh merupakan satu di antara sekian banyak masalah yang khusus menjadi rahasia Allah. Dia menutup persoalan ini terhadap makhluk-Nya.

Sementara itu Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih dari Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan bahwa roh orang yang sudah meninggal dunia akan tetap hidup setelah kematian jasad. Diantara yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah.

اللهُ يَتَوَفَّى اْلأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ اْلأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى

"Allah memegang jiwa (roh seseorang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (seseorang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Ia tahan jiwa (roh orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan lagi jiwa (roh) yang lain sampai waktu yang ditentukan" [Az-Zumar 42]

Ada riwayat yang shahih, bahwa pada perang Badar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengurus 24 orang bangkai pemuka Quraisy , mereka dilemparkan kedalam sebuah sumur busuk yang ada di Badar. Manakala beliau sudah mengalahkan kaum (Musyrikin Quraisy), beliau tinggal di tanah Badar yang menjadi lengang selama 3 malam. Setelelah beliau berada di sana pada hari yang ketiga, beliau memerintahkan untuk mempersiapkan binatang tungganngannya, lalu dipasang dan dikuatkanlah pelananya. Kemudian beliau berjalan diiringi oleh para shahabatnya. Para shahabat berkata, “kami tidak melihat beliau beranjak kecuali dengan maksud memenuhi sebagian kebutuhannya. Sampai akhirnya beliau berdiri di sisi bibir sumur, kemudian beliau memanggil bangkai-bangkai pembesar kafir Quraisy (yang terkubur di dalam sumur) tersebut dengan menyebutkan nama-nama mereka dan nama bapak-bapak mereka, “Wahai Fulan bin fulan, Wahai Fulan bin fulan, Bukankah kalian akan senang jika kalian mentaati Allah dan rasulNya? Sesungguhnya kami benar-benar telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan oleh Rabb kami. Bukankah kalian juga telah benar-benar mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Rabb kalian.” Umar berkata, “Wahai Rasulullah kenapa anda berbicara dengan jasad-jasad yang tidak memiliki roh ?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, kalian tidak lebih baik pendengarannya terhadap apa yang aku katakan dibanding mereka, hanya saja mereka tidak mampu menjawab” [HR. Bukhari, Kitab al-Maghazi, no.3976. Fathul Bari VII/300-301]

Juga terdapat riwayat yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mayit bisa mendengar suara sandal (sepatu) orang-orang yang mengantarnya ketika mereka meninggalkan (kuburan)nya.

Imam Al Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kaum salaf telah bersepakat atas hal ini. Atsar dari mereka sudah mutawatir bahwa mayit mengetahui jika ada orang yang menziarahinya dan merasa bahagia dengan ziarah tersebut”.

Selanjutnya Ibnul Qayyim menukil perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dalam menafsirkan firman Allah.

اللهُ يَتَوَفَّى اْلأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ اْلأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى

"Allah memegang jiwa (roh seseorang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (seseorang) yang belum mati di waktu tidurnya ; maka Ia tahan jiwa (roh orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan lagi jiwa (roh) yang lain sampai waktu yang ditentukan". [Az-Zumar 42}

“Telah sampai kepadaku bahwasanya roh orang-orang yang masih hidup dan yang sudah mati bisa bertemu didalam tidur (mimpi-red) kemudian mereka saling bertanya, lalu Allah menahan roh orang yang sudah mati dan mengembalikan roh orang yang masih hidup ke jasadnya.”

Kemudian Ibnul Qayyim berkata, “Sungguh pertemuan antara roh orang-orang yang masih hidup dengan roh orang-orang yang sudah meninggal menunjukkan bahwa orang yang masih hidup bisa melihat orang yang sudah meninggal dalam mimpinya dan menanyainya hingga orang yang sudah mati menceritakan apa yang tidak diketahui oleh yang masih hidup. Atas dasar inilah terkadang berita orang yang hidup (tentang keadaan orang yang sudah mati) bisa pas sesuai dengan kenyataan.”

Demikianlah yang dipegang oleh Salafus Shalih, yaitu roh orang-orang yang sudah mati tetap ada dan bisa mendengar sampai waktu yang dikehendaki Allah. Tetapi tidak benar, kalau roh-roh itu bisa berhubungan dengan orang-orang yang masih hidup selain dalam mimpi.

Begitu pula tidaklah benar pengakuan para tukang sihir tentang kemampuan mereka mendatangkan roh orang-orang mati yang diinginkan, lalu mengajaknya berbicara dan bertanya-tanya (berbagai hal) kepadanya. Ini adalah pengakuan yang batil, tidak ada dalil yang menguatkannya baik dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits-pent) maupun dalil aqli. Allahlah yang Maha Mengetahui masalah roh. Dialah yang mengatur roh. Dia pulalah yang berkuasa mengembalikan roh tersebut ke jasad manusia kapan saja Ia kehendaki. Hanya Allah yang Maha mengatur kerajaanNya dan ciptaanNya, tidak ada yang bisa menandingiNya.

Sedangkan orang yang beranggapan selain itu (tidak mengakui kekuasaan Allah-pent) maka dia hanya beranggapan tanpa berdasarkan ilmu dan dia berdusta kepada manusia tentang berita-berita roh yang dia sebarkannya. Hal itu mungkin untuk tujuan mendapatkan harta atau untuk menunjukkan kemampuannya yang tidak dimiliki orang lain atau untuk menipu manusia dengan maksud merusak agama dan akidah mereka.

Apa yang diaku-aku oleh para dajjal ini, yaitu memanggil roh-roh sebenarnya adalah roh-roh syetan. Mereka memberikan pelayanan kepada syetan-syetan itu dengan cara menyembahnya dan memenuhi permintaannya. Roh-roh syetan tadi membantu para dajjal ini dengan bantuan yang diminta dengan cara berdusta dan berbuat dosa dalam menjiplak nama orang-orang mati yang dipanggil para dajjal itu. Allah berfirman.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَافَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَايَفْتَرُونَ . وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاْلأَخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَاهُم مُّقْتَرِفُونَ

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syetan-syetan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syetan) kerjakan". [Al-An’am 112-113]

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَامَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ اْلإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَآ أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلَتْ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَآ إِلاَّ مَاشَآءَ اللهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ

"Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman):"Hai golongan jin (syetan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia", lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia:"Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian dari pada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman:"Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui". [Al-An’am : 128]

Para Ulama tafsir menyebutkan, kesenangan jin terhadap manusia ialah karena pengabdian manusia kepada jin, dengan cara memberikan sesajian binatang sembelihan, bernadzar dan meminta-minta kepada jin. Sedangkan kesenangan manusia terhadap jin ialah karena pemenuhan jin terhadap kebutuhan yang diminta manusia, dan juga karena pemberitaan jin kepada manusia tentang beberapa perkara ghaib yang diketahuinya atau yang berhasil ia curi dengar atau yang hanya sekedar kedustaan yang dibuat-buat mengenai banyak persoalan yang rumit. Dan kedustaan inilah yang justeru paling banyak (dilakukan oleh jin).

Sekalipun sekiranya kita memastikan bahwa para tukang sihir itu tidak mendekatkan diri kepada roh (syetan) yang mereka datangkan dengan suatupun dari bentuk peribadatan, tetap saja hal itu tidak menunjukkan halal dan kebolehannya berhubungan dengan para roh syetan tersebut. Karena meminta kepada syetan, peramal, tukang tenung dan ahli nujum dilarang menurut syari’i. Dan mempercayai apa yang mereka beritahukan merupakan larangan yang paling keras dan dosa paling besar bahkan ini merupakan cabang kekufuran, Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً

"Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal lalu bertanya tentang sesuatu, tidak diterima shalatnya selama 40 malam"

Dalam Musnad Imam Ahmad dan kitab-kitab Sunan, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.

مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ n

"Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung dan membenarkan apa yang dia ucapkan maka sesungguhnya dia telah kafir terhadap yang apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam".

Banyak hadits serta atsar (perkataan shahabat-pent) yang semakna dengan ini. Dan tidak diragukan lagi bahwa roh-roh yang –menurut prasangka mereka- bisa mereka panggil, masuk dalam kategori yang dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab roh-roh yang dipangggil itu sejenis dengan roh-roh syetan yang menjadi pendamping tukang tenung dan tukang ramal, maka hukumnya sama. Karena itu tidak boleh bertanya (meminta) kepadanya, memanggilnya dan mempercayainya. Semua itu diharamkan dan termasuk kemungkaran. Bahkan semua itu batil berdasarkan hadits-hadits serta atsar-atsar yang telah di dengar di muka dalam masalah ini. Di samping itu juga karena berita yang mereka ambil dari roh-roh ini termasuk perkara ghaib, padahal Allah berfirman.

قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

"Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah". [An-Naml : 65]

Terkadang roh-roh yang mereka panggil ini adalah syetan yang menemani orang mati yang dipanggil rohnya. Lalu syetan ini memberitahukan apa yang ia ketahui tentang mayit ini semasa hidupnya sambil mengaku bahwa dialah arwah sang mayit. Oleh sebab itu tidak boleh mempercayainya, memanggilnya dan menanyainya sebagaimana dalil yang telah disebutkan. Dan apa yang ia panggil itu tidak lain hanyalah syetan dan jin yang membantu mereka sebagai imbalan dari persembahan yang mereka berikan kepada syetan tersebut, berupa peribadatan yang seharusnya tidak boleh ditujukan kepada selain Allah. Dengan cara demikian maka ia (orang yang memanggil arwah) sampai pada batas syirik akbar yang akan mengeluarkan sang pelaku dari Islam.

Lajnah Daimah (Dewan Tetap) Untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa Saudi Arabia telah mengeluarkan fatwa tentang hipnotis yang merupakan salah satu jenis mendatangkan roh. Teks fatwa itu sebagai berikut:

"Hipnotis merupakan sebentuk praktek perdukunan dengan bantuan jin yang dipasang oleh si penghipnotis pada orang yang di hipnotis. Lalu jin itu berbicara dengan lidah orang yang dihipnotis dan memberinya kemampuan untuk mengerjakan sebagian pekerjaan dengan kekuatan jin yang ada pada dirinya, jika jin itu benar-benar patuh terhadap si penghipnotis, sebagai imbalan dari ibadah penghipnotis kepada jin. Lalu jin itu membuat orang yang dihipnotis mentaati kemauan si penghipnotis. Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang dimaukan oleh sipenghipnotis karena adanya bantuan jin kerpadanya (penghipnotis), jika jin tersebut berbuat jujur kepadanya.

Berdasarkan (uraian-red) itu, maka menggunakan hipnotis dan menjadikannya sebagai cara untuk menunjukkan letak barang yang dicuri atau barang hilang atau untuk mengobati orang sakit atau untuk melakukan pekerjaan apa saja dengan perantara orang yang dihipnotis, hukumnya tidak boleh bahkan termasuk syirik seperti penjelasan yang telah lewat. Di samping itu juga karena termasuk berlindung kepada selain Allah, karena tidak mempergunakan sebab-sebab (usaha-usaha) wajar yang dijadikan sebagai sebab oleh Allah yang diperbolehkan bagi para makhlukNya. [Sampai disini fatwa Lajnah Daimah] [1]

Diantara orang yang membongkar hakikat anggapan bathil ini adalah Dr. Muhammad Muhammad Husain dalam kitabnya Ar-Ruhiyyah al-Haditsah, Haqiqatuha wa Ahdafuha. Dulunya, dia termasuk orang yang tertipu dengan sulap (sihir) ini dalam waktu yang cukup lama kemudian Allah memberikan petunjuk kepadanya menuju kebenaran. Kemudian dia membongkar kebohongan anggapan tersebut setelah dia mendalami ilmu itu dan tidak mendapatkan selain khurafat dan kebohongan, kemudian beliau membongkar kebohongan anggapan tersebut.

Dr Muhammad Muhammad Husein menyebutkan, orang yang memanggil roh menempuh cara yang berbeda-beda. Di antaranya ada yang pemula, mereka menggunakan gelas kecil atau cangkir yang digeser-geser diantara huruf-huruf yang tertulis di meja. Menurut anggapan mereka, jawaban roh yang dipanggil itu tersusun dari kumpulan urut-urutan huruf yang tergeser oleh geseran gelas atau cangkir tersebut. Di antaranya lagi lagi ada yang menggunakan keranjang. mereka menaruh pena dibibir keranjang, pena ini akan menulis jawaban dari soal yang diajukan penanya. Kemudian, di antaranya lagi ada yang bertumpu pada perantara seperti halnya perantara pada ilmu hipnotis.

Dr Muhammad Muhammad Husein menyatakan bahwa ia meragukan kebenaran orang yang mengaku mampu memanggil roh. Kenyataannya, ada orang dibelakang mereka yang mendorong mereka untuk berbuat semacam itu. Buktinya, ada propaganda yang bekerja untuk mereka. Sehingga Koran-koran dan majalah-majalah berlomba-lomba untuk mengikuti berita mereka dan menyebarkan pengakuan-pengakuan (bohong-red) mereka. Padahal sebelumnya media-media tersebut tidak bergairah untuk (memuat-red) berita menyangkut roh dan akhirat dan juga media-media itu tidak pernah menyeru kepada agama atau keimanan kepada Allah walaupun hanya sehari.

Beliau (Mumahammad Muhammad Husain) juga menyatakan bahwa mereka ini sangat antusias untuk menghidupkan dakwah Fir’aun dan dakwah-dakwah jahiliyah lainnya. Dia juga menyebutkan, orang-orang yang mempromotori ide ini merupakan orang yang sebenarnya tidak memiliki kedudukan atau kehormatan lalu mereka mengangkat sendiri kemuliaan dirinya dengan khayalan-khayalan. Orang yang paling terkenal mempromotori bid’ah ini adalah Oliver Lordge yang kehilangan anaknya dalam perang dunia pertama. Demikian juga pendiri lembaga Ruhiyah (menggeluti soal roh) di Mesir ; Ahmad Fahmi Abul Khair yang anaknya meninggal 1937 M setelah melewati masa penantian hadirnya anak tersebut dalam waktu cukup lama.

Dr Muhammad Muhammad Husein menyebutkan bahwa dia pernah melakukan bid’ah ini, dimulai dengan cangkir dan meja akan tetapi dia tidak merasa puas, sampai dengan menggunakan perantara dan dia berusaha melihat apa yang mereka akui sebagai penjelmaan roh atau suara dan mereka ceritakan sebagai bukti pengakuan mereka, namun dia tidak berhasil dan begitu juga yang yang lainnya. Karena memang sebenarnya tidak ada. Itu hanyalah permainan-permainan bohong yang didasarkan pada tipu muslihat tersembunyi yang jitu untuk menghancurkan agama. Sehingga tidak jauh beda dengan cara-cara zionisme internasional.

Ketika Muhammad Muhammad Husein tidak puas dengan pemikiran-pemikiran (ide-ide) yang merusak itu, bahkan ia dapat membongkar kebohongannya, maka ia mengundurkan diri darinya dan bertekad untuk menjelaskan hakikatnya kepada manusia. Ia juga mangatakan bahwa orang-orang menyimpang ini akan senantiasa menipu manusia sampai mereka berhasil mengeluarkan keimanan dari dada mereka dan mengeluarkan akidah yang telah tertanam di dalam jiwa mereka. Untuk selanjutnya mereka akan diseret menuju prasangka-prasangka dan khayalan-khayalan kacau yang membingungkan.

Orang-orang yang mengaku bisa memanggil roh ini tidak mengakui para rasul kecuali hanya sebagai penghubung persoalan roh saja. Sebagaimana perkataan pemimpin mereka, Arthur Findlay dalam bukunya ala haafati al’alam al-atsiiri tentang para nabi, “Mereka (para nabi) adalah perantara yang paling tinggi derajatnya diantara derajat-derajat perantara lainnya. Dan mukjizat para nabi itu tidak lain hanyalah fenomena-fenomena arwah, seperti fenomena-fenomena yang terjadi di tempat pemanggilan arwah.”

Dr Muhammad Muhammad Husein selanjutnya mengatakan, “Jika mereka gagal memanggil roh, mereka akan mengatakan, ‘perantara ini tidak berhasil atau tidak bersungguh-sungguh atau orang yang melihat tidak sepakat atau ada diantara yang hadir masih bimbang atau menentang’. Diantara anggapan mereka yang bathil adalah menganggap Jibril Alaihissallam datang ditempat perkumpulan mereka dan mendo’akannya. Semoga Allah menjelekkan mereka.

Demikianlah maksud dari penjelasan Dr. Muhammad Muhammad Husain.

Dari jawaban kami di muka dan dari penjelasan Lajnah Daimah serta penjelasan Dr. Muhammad Muhammad Husain tentang hipnotis, jelaslah kebohongan para pengaku pemanggil roh tentang (kemampuan) mereka mendatangkan roh orang mati, untuk kemudian ditanyai tentang apa saja yang mereka inginkan. Diketahui pula! bahwa semua ini merupakan perbuatan syetan dan permainan sulap yang bathil, termasuk dalam perbuatan yang dilarang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamn yaitu termasuk bertanya kepada tukang tenung, tukang ramal, ahli nujum dan orang yang semisal mereka. Dan wajib atas semua yang bertanggung jawab di Negara Islam untuk melarang kebathilan ini, memusnahkannya serta memberikan hukuman terhadap orang yang melakukannya sehingga dia berhenti. Sebagaimana juga wajib atas semua pemimpin redaksi majalah-majalah Islam supaya tidak memuat dan mengotori lembaran-lembaran mereka dengan kebathilan ini. Kalaupun terpaksa untuk memuatnya maka hendaklah sekedar untuk membantah, memberitahukan kebatilannya serta memperingatkan manusia terhadap permainan syetan baik yang berwujud manusia ataupun jin serta memberi peringatan terhadap tipu daya mereka kepada manusia.

Allah Maha berkata benar, Dialah yang menunjukkan jalan kebenaran. Dan hanya kepada Allahlah permohonan diajukan, agar hendaknya Dia memperbaiki kondisi kaum muslimin serta menganugerahkan pemahaman yang baik dalam masalah agama kepada mereka. Juga agar hendaknya Allah melindungi mereka dari tipu daya orang-orang jahat dan tipu daya wali-wali syetan. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas semuanya.

و صلى الله وسلم على نبينا محمد

(Diterjemahkan oleh Abu Zahra’ Marzuki Fauzi. Dari Mukhtarat Min Kitab Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Baz hal. 212 s/d 217. Pernah dimuat di media-media setempat dan media-media Islam tahun 1395H)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VII/1424H/2003 Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (ketua), Syaikh Abdurrozaq Afifi (wakil), Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan (anggota) dan Syaikh Abdullah bin Sulaiman Al-Mani’ (anggota)

Al-Qur'an Wal Hadits Ala Fahmi Salaf

Manhaj salaf adalah satu-satunya manhaj yang diakui kebenarannya oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena manhaj ini mengajarkan pemahaman dan pengamalan islam secara lengkap dan menyeluruh, dengan tetap menitikberatkan kepada masalah tauhid dan pokok-pokok keimanan sesuai dengan perintah Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman:(lihat QS.At Taubah: 100)/(Qs. Al Baqarah: 137)Dalam hadits yang shahih tentang perpecahan umat ini menjadi 73 golongan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semua golongan tersebut akan masuk neraka, kecuali satu golongan, yaitu Al Jama’ah“. Dalam riwayat lain: “Mereka (yang selamat) adalah orang-orang yang mengikuti petunjukku dan petunjuk para sahabatku.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ad Darimy dan imam-imam lainnya, dishahihkan oleh Ibnu Taimiyyah, Asy Syathiby dan Syaikh Al Albany. Lihat “Silsilatul Ahaaditsish Shahihah” no. 204) Maka mengikuti manhaj salaf adalah satu-satunya cara untuk bisa meraih keselamatan di dunia dan akhirat, sebagaimana hanya dengan mengikuti manhaj inilah kita akan bisa meraih semua keutamaan dan kebaikan yang Allah ta’ala janjikan dalam agama-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sebaik-baik umatku adalah generasi yang aku diutus di masa mereka (para sahabat radhiyallahu ‘anhum), kemudian generasi yang datang setelah mereka, kemudian generasi yang datang setelah mereka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)